The Jakarta Post
Pulau Jawa sebagai pusat logistik masih memiliki regulasi yang tidak jelas dan adanya biaya tambahan di jalanan menyebabkan tingginya biaya pengiriman.
Supermarket dan mall di daerah sekitar Jakarta dipenuhi oleh orang-orang yang ingin berbelanja. Sayuran segar, ikan dan daging, sampai tusuk gigi-pun sudah tersedia.
Yang tidak terlihat saat Anda berbelanja adalah adanya aktifitas dibelakang itu. Yang tentunya sebagian orang tidak menyadari, yaitu adanya proses logistik
Dengan meningkatnya kekuatan membeli pada masyarakat kelas menengah. Maka semakin banyak orang berbelanja dan ini berkontribusi pada tumbuhnya industri logistik, seperti jasa transportasi dan pergudangan.
Selain barang FMCG, ada juga kebutuhan seperti semen, batu bata, baja, lampu dan kebutuhkan konstruksi bahan bangunan, serta bahan bahan lainnya untuk memenuhi kebutuhan dari berbagai macam industri.
Menurut vice presideng, Gopal R “Pasar transportasi dan logistik diperkirakan akan tumbuh sampai 15.2%, termasuk juga potensi industri lainnya yang termasuk dalam kebutuhan logistik.
Industri ini diramalkan akan membuat rekor pertumbuhan hingga 2x lipat karena terus bertumbuhnya perekonoian di Indonesia yang didorong oleh permintaan domestik.
Transportasi darat memiliki persaingan yang ketat, dengan banyaknya perusahaan yang menawarkan jasa ini dengan berbagai macam ukuran kendaraan yang tentu membawa pengaruh kepada persaingan harga yang sangat ketat.
Faktanya dengan memilih pengiriman melalui darat ada konsukensi yang harus ditanggung, yaitu membutuhkan waktu yang lebih lama apalagi jika ada keadaan jalanan yang tidak menentu, tentu ini memperbesar biaya pengiriman.
Sementara waktu untuk jasa gudang, masih belum tersedia secara meluas dibandingkan dengan kebutuhan dan ekspektasi pasar. Adanya perbedaan dalam ketersediaan fasilitas gudang yang modern di tengah kota seperti Jabodetabek, ditambah juga keterbatasan layanan dalam menjalankan gudang.
Dari sudut pandang ini untuk sektor gudang masih bisa memberikan kesempatan besar sehingga kompetisi masih belum terlalu ketat.
Menghadapi tantangan terbesar di bidang transportasi dan gudang adalah kapasitas dan kemampuan, Kapasitas yaitu kebutuhan untuk infrastruktur transpotasi dan penyimpanan adalah menjadi kunci. Kurangnya kapasitas akan membuat harga naik dan akan membuat kerugian dari sisi pelanggan.
Kapasitas dari infrastruktur transportasi , layanan dan fasilitas pendukung sangat butuh untuk ditingkatkan untuk membantu para penyedia jasa layanan bisa memberikan layanan logistik yang lebih murah.
Distribusi yang tidak merata
Presiden Asosiasi Logistik Indonesia (ALI) Zaldy Ilham Masita mengutarakan, kekhawatirannya dengan besarnya perbedaan volume distribusi di Indonesia karena banyaknya aktifitas industri berpusat di pulau Jawa.
Ini berpengaruh pada truk atau kontainer yang mengirim barang ke area di luar Jawa akan kembali dengan muatan yang kosong, sehingga meningkatkan biaya transportasi dan sangat tidak efektif.
Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah seharusnya membuat peraturan untuk membawa pembangunan diluar Jawa. Pembangunan di luar pulau Jawa tentu akan mendorong pembangunan gudang dan penunjang logistik lainnya.
Hal lainnya yag menjadi faktor mendorong tingginya biaya logistik, selain dari sisi transportasi adalah biaya resmi yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah berdasarkan peraturan yang telah dibuat masing-masing daerah. Dan ini berkontribusi hingga 20 persen dari total biaya logistik, lebih tinggi dibandingkan rata-rata biaya 5-7% yang jika membayar dibawah meja.
Bayangkan sebuah truk masuk ke pelabuhan Papua dikenakan biaya sebesar Rp 600.000 dan untuk container dikenakan biaya Rp 2-3juta. Belum biaya lain saat meninggalkan pelabuhan.
Zaldy mengutarakan, peraturan yang sudah ada bisa menjadi masalah karena dikelola oleh 3 kementrian yang berbeda. Yang seharusnya regulasi tersebut bisa di gabungkan di bawah satu kementrian untuk menurunkan tingginya biaya logistik.
Masalah utama yang harus dihadapi untuk sektor gudang dan transportasi di Indonesia adalah berhubungan ketersediaan tenaga kerja yang mumpuni, karena kurangnya skill dan ahli disebabkan juga karna kurangnya pelatihan. Dan sangat jelas Indonesia masih tertinggal jauh jika dibandingkan Singapura.
Dengan populasi Singapura yang hanya sekitar 6 juta orang, tapi mereka melatih 12.000 orang setiap tahunnya, sementara Indonesia dengan populasi mencapai 250 juta jiwa hanya melatih 200 orang per tahunnya.
Untuk mendukung bisnis gudang, transportasi dan logisitik. Asosiasi sangat berharap kepada pemerintah untuk memberikan kejelasan mengenai perencanaan membangun 34 pelabuhan di seluruh Indonesia. “Tentu ini hal bagus, jika pemerintah mengumumkan secara detil perencanaan projek tersebut, khususnya kapan akan dimulai” ujarnya.
“Dengan begitu pemain logistik bisa mempelajari terlebih dahulu dan menyiapkan dana investasi untuk membuat fasilitas pendukung dalam jangka waktu 5 – 10 tahun mendatang”.
(Sudibyo M. Wiradji)
Source: http://www.thejakartapost.com/news/2015/04/06/logistics-line-logistics-market-unevenly-distributed.html